Pesawat pengebom B-1B Lancer siap dikerahkan untuk melesatkan rudal ke Suriah. Foto diabadikan di Pangkalan Udara Al Udeid di Doha, Qatar, 14 Spril 2018.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memperingatkan pemerintah Suriah bahwa AS akan melancarkan gempuran lagi jika rezim Bashar al-Assad tetap melakukan serangan kimia.
Dalam rapat darurat di Dewan Keamanan PBB, Sabtu (14/04) waktu New York, Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, mengatakan rangkaian serangan ke Suriah "dibenarkan, sah, dan proporsional".
"Saya berbicara kepada presiden (Trump) pagi ini dan dia berkata, 'jika rezim Suriah menggunakan gas beracun itu lagi, Amerika Serikat siap tembak'."
Haley menambahkan, "Kami tidak bisa berdiam diri dan membiarkan Rusia melanggar setiap norma internasional dan membolehkan senjata kimia tanpa konsekuensi."
- Apa yang disasar serangan rudal AS, Inggris, dan Prancis ke Suriah?
- Perang Suriah: Dilaksanakan sempurna, kata Presiden Trump
- Liputan Perang Suriah, dari tembakan rudal hingga sidang darurat DK PBB
Pernyataan tersebut dibalas Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, yang membacakan pernyataan Presiden Vladimir Putin berisi tuduhan bahwa AS, Inggris, dan Prancis bersikap "merendahkan dengan sinis" lantaran bertindak tanpa menunggu temuan Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW).
Rusia kemudian berupaya mengajukan resolusi berisi kecaman bersama atas serangan rudal ke Suriah. Namun, dari 15 anggota DK PBB, hanya Cina dan Bolivia yang menyepakati usulan Rusia.
Sementara itu, Utusan Suriah untuk PBB, Bashar Jaafari, menudin AS, Inggris, dan Prancis adalah "pembohong, perusak, dan munafik" yang mengeksploitasi PBB "untuk mengedepankan…kebijakan campur tangan dan kolonialisme".
Serangan rudal AS, Inggris, dan Prancis menyasar ke beberapa bangunan di Suriah yang ditengarai terkait dengan senjata kimia. Hal itu dilakukan setelah adanya dugaan serangan kimia ke Douma.
Walau adanya tuduhan-tuduhan itu, OPCW melaporkan bahwa pihaknya telah menjalankankan dua pemeriksaan di dua fasilitas Suriah pada Februari dan November 2017.
Dari pemantauan tersebut, OPCW mengaku tidak menemukan "aktivitas apapun yang tidak sejalan dengan kewajiban-kewajiban sebagaimana diatur CWC (Konvensi Senjata Kimia".