Militer Israel kemarin mengatakan insiden penembakan terhadap seorang perawat Palestina Razan Najjar hingga tewas di Jalur Gaza pekan lalu terjadi karena tidak disengaja.
Laporan itu mengobarkan kembali perdebatan seputar kebijakan bebas menembak yang diberlakukan untuk tentara Israel. Demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (6/6).
Razan Najjar, yang berusia 21 tahun, tewas ditembak pada 1 Juni lalu ketika dia sedang berupaya merawat dan mengevakuasi orang-orang yang terluka dalam demonstrasi massal di dekat perbatasan Israel.
Ketika ditembak, Najjar mengenakan rompi medis berwarna putih yang mengidentifikasi dirinya sebagai petugas medis.
Ketika mengumumkan hasil pemeriksaan pendahuluan itu, militer Israel mengatakan, "Sejumlah kecil peluru ditembakkan dalam insiden itu, dan tidak ada tembakan yang disengaja atau diarahkan langsung kepadanya."
"Penyelidikan itu sedang berlanjut, dan hasilnya akan disampaikan kepada tim kuasa hukum militer."
Lebih dari 115 warga Palestina tewas dan hampir 3.700 lainnya luka-luka dalam sejumlah aksi protes di sepanjang perbatasan Israel yang berlangsung hampir setiap pekan, demikian menurut petugas kesehatan Palestina.
Mayoritas korban tewas adalah warga yang tidak bersenjata, antara lain wartawan, tenaga medis, remaja, dan perempuan.
Israel telah mendapat kecaman luas dari dunia internasional karena menggunakan peluru tajam. Uni Eropa dan PBB menuduh negara itu menggunakan kekuatan yang berlebihan.
Sementara itu, kelompok-kelompok HAM mengkritik aturan kontak senjata Israel yang bersifat ilegal, karena mereka menggunakan kekuatan mematikan terhadap demonstran tidak bersenjata ketika nyawa tentara Israel sendiri tidak dalam bahaya.
Seorang pejabat PBB menyebut penembakan Razan Najjar itu sesuatu yang "tercela."
Sumber: Liputan6.com
Artikel Asli